Loading...
Sunday, June 1, 2014

TEOLOGI BENCANA



Bencana alam sering terjadi di Indonesia. Semuanya terekam kuat dalam ingatan kita. Sebagaima  gempa bumi dan tsunami di Aceh  (Desember 2004), Gempa di Jogja (Mei 2006), serta erupsi Merapi di Jogja (September 2010). Kerusakan alam inilah yang menyebabkan kerugian bagi siapapun dan dimanapun.
            Posisi Indonesia yang terletak di wilayah lempeng Indo-Australia dan Eurasia, rangkaian Cicin Api Pasifik (Ring Of Fire), adalah wilayah 90 persen tempat terjadinya gempa di dunia. Terjadinya gempa akan mengakibatkan pada naiknya gelombang laut yang akan mengakibatkan terjadinya tsunami. Sebagai dampaknya, bencana lain yang akan terjadi adalah erupsi gunung merapi. Hal ini yang menempatkan Indonesia sebagai negara yang rawan ditimpa bencana.
Ilmu pengetahuan memandang bencana sebagai hukum sebab-akibat yang bersumber dari materi dan perbuatan manusia sendiri. Bagi sebagian orang, bencana dipandang sebagai tanda hukuman dari Tuhan atas segala perbuatan buruk yang manusia lakukan. Namun, bagi orang beriman, bencana akan dianggap sebagai ujian dari Tuhan. Sebuah nilai legitimasi perbuatan baik, untuk naiknya derajat seseorang. Mereka melihat sebuah hikmah terhadap bencana yang akan terjadi.
Perspektif  bencana tidak hanya dapat kita pandang sebagai kerusakan yang diakibatkan oleh alam. Krisis moral juga merupakan sebuah bencana bagi berlangsungnya peradaban sebuah bangsa. Tawuran antar siswa, kezoliman penguasa terhadap rakyat, berjudi, berzina. Demikian juga dengan minimnya spiritual. Terputusnya hubungan vertikal antara Tuhan dan manusia akan berdampak pada hal-hal praktis yang segalanya bersifat duniawi. Kesadaran tentang dimensi kehidupan hanya berada di dunia. Dan segala kebahagiaan akan dapat di ukur dengan banyaknya materil.
            Lynn White Jr  berpendapat bahwa agama ( teologi ) merupakan akar dari keyakinan yang membentuk watak eksploitatif manusia terhadap alam. White berkesimpulan, bahwa penyebab terjadinya krisis lingkungan adalah worldview agama monoteis yang bersifat antroposentris sehingga manusia mempunyai otoritas yang tidak terbatas (unlimited) dan hak-hak istimewa (privilage) untuk mendominasi dan mengeksploitasi alam.
            Berbeda dengan Lynn White Jr, Abdul Qudus melalui perbandingan dengan pendapat tradisionalisme Islam, yang di antaranya diwakili oleh Seyyed Hossein Nasr, menganjurkan untuk melakukan Resacralization of Nature berbasis spiritual agama dan tradisi sebagai pengganti worldview sains modern sekular, dualistis, reduksionis, mekanistis. Nasr menyatakan bahwa penyebab utama krisis lingkungan (bencana) adalah karena krisis spiritual, seiring dengan pandangan antroposentris barat yang memisahkan alam dengan ketuhanan.
            Dalam ajaran Islam, untuk mendapatkan pengetahuan adalah dengan bersumber pada Allah, dalam hal ini adalah al-Quran. Sebagaimana Allah mengajarkan nama-nama kepada adam. Begitu juga dengan pengetahuan tentang bencana, maka harus dilihat dari perspektif al-Qur’an. setidaknya Terdapat dua konsep besar yang digunakan untuk mengkaji relasi manusia dengan lingkungan dan alam. Yaitu tujuan penciptaan alam semesta dan tujuan penciptaan manusia.    
Islam tradisional menawarkan keharmonisan tiga dimensi, yaitu Tuhan, manusia dan alam. Penghilangan salah satu dimensi itu akan menyebabkan kepincangan (tidak seimbang). Penghilangan dimensi  Tuhan akan menyebabkan terjadinya sekularisme yang berujung pada krisis lingkungan. Penghilangan dimensi  Alam akan menjadikan manusia miskin pengetahuan dan peradaban. Dan penghilangan dimensi Manusia mengakibatkan pada kehidupan yang individual, anti sosial dan tidak peka terhadap keadaan.
Perkembangan mentalitas dari magic, science, dan religion dalam kehidupan masyarakat, bukan suatu hal yang linier, melainkan masing-masing terdapat sebuah koneksi satu sama lain. Koneksifitas itu tak lain adalah bagaimana menyeimbangkan kehidupan yang berhubungan dengan manusia, Tuhan, dan alam.
Pada sisi lain, hal itu merupakan kekayaan budaya, yang di antaranya dapat mengungkapkan ide, pandangan dan nilai hidup suatu masyarakat yang menghubungkan terhadap masa selanjutnya. Rekaman sejarah itu dapat merekonstruksikan peradaban suatu masyarakat, baik di dalam sosial, intelektual maupun mentalitasnya.
             
Terjadinya bencana adalah akibat gangguan terhadap keseimbangan yang telah diciptakan manusia itu sendiri. Selanjutnya bagaimana kita memaknai secara positif terhadap segala bencana yang telah terjadi. Bukan menyalahkan terhadap pihak-pihak lain, atau arogansi diri terhadap nilai-nilai yang paling benar. Membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk mempelajarinya. Tetapi sejauh mana kita dapat merefleksikan diri dengan membenah pada diri sendiri apa yang harus kita rubah dan pertahankan kedepannya. Untuk itu, dalam menyikapi bencana yang harus dilakukan adalah dengan merubah perilaku, sederhana, dan fellow feiling atau rasa kebersamaan dan persaudaraan yang tinggi.


           



0 comments:

Post a Comment

 
TOP