Loading...
Wednesday, September 16, 2015

Menyambut Optimis Piala Kemerdekaan




            Tim Transisi tata kelola sepakbola nasional bentukan Menpora akan menggelar turnamen Piala Kemerdekaan 2015 pada 15 Agustus-6 September 2015.
            Pertanyaannya, apakah turnamen ini akan menjadi gambaran tata kelola sepakbola yang baik?. Pertanyaan ini sangat penting dijawab agar masyarakat pecinta sepakbola tanah air mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang piala kemerdekaan, terlebih di tengah kebingungan masyarakat dengan dibentuknya Tim Transisi.
Tata Kelola yang baik
Ada beberapa hal reformasi tata kelola sepakbola nasional yang telah dikerjakan Tim Transisi yang mana tidak dilakukan pada turnamen atau liga sebelumnya.
Pertama, standard penyelenggaraan turnamen ini didasarkan dengan prinsip-prinsip transparansi dan tata kelola sepakbola yang baik. Buktinya, Klub-klub perserta turnamen Piala Kemerdekaan telah mengetahui berapa jumlah match fee yang akan mereka dapatkan, baik di dalam penyisihan grup, semi final maupun final. Hal ini menunjukkan komitmen Tim Transisi atas kejelasan match fee dan prinsip transparansi turnamen.
Kedua, Klub-klub harus memenuhi persyaratan NPWP, SK Kemenkumham, dan di bawah PT klub yang jelas. Persyaratan ini merupakan suatu hal yang sangat rumit, mengingat masih banyak klub-klub Indonesia yang tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut. Sebagaimana ketidakmampuan PSSI memenuhi persyaratan ini dalam penyelenggaraan turnamen dan liga yang kemudian berujung pada pembekuan federasi tersebut. Di sisi lain Tim Transisi mampu memenuhi persyaratan-persyaratan yang sangat ketat ini dengan bukti legitimasi Badan Olahrga Profesional Indonesia (BOPI) berupa keluarnya surat rekomendasi penyelenggaraan turnamen.
Ketiga, Tim Transisi telah mengadakan kesepakatan bersama (MoU) dengan klub peserta turnamen Piala Kemerdekaan 2015 agar bersedia membayar dan memberi perlindungan kepada pemain selama turnamen berlangsung.  Dengan demikian, tidak akan ada lagi insiden pemain yang tidak dibayar ataupun pemain yang meninggal karena tidak mampu melakukan pengobatan sebagaimana terjadi pada turnamen atau liga sebelumnya.
Keempat, Tim Transisi juga telah mengadakan kesepakatan bersama (MoU) dengan wasit dan perangkat pertandingan agar tidak ada lagi pengaturan pertandingan (Match Fixing) dan sepakbola gajah. Di samping itu kerjasama juga dilakukan dengan lembaga-lembaga penegak hukum seperti KPK, POLRI, dan PPTAK. Dengan begitu, nyaris tidak ada celah bagi para mafia bola untuk melakukan kecurangan-kecurangan di dalam turnamen ini.
Dari beberapa poin di atas, sangat mungkin turnamen Piala Kemerdekaan 2015 akan menjadi contoh manajerial dan tata kelola sepakbola yang baik. Patut kita apresiasi, sebagai langkah awal untuk membangun tata kelola sepakbola yang transparan, kredibel, dan akuntabel. Oleh karena selama ini masyarakat hanya disuguhi dengan pertandingan-pertandingan yang telah dipolitisasi oleh para mafia bola demi kepentingan politis dan sektarian semata.
Faktanya, beberapa kecurangan seringkali terjadi seperti judi bola melalui pengaturan skor akhir pertandingan, permainan terkait transfer pemain, suap perangkat pertandingan yang meliputi wasit, badan pengawas pertandingan, suap tuan rumah kompetisi, atau pemilihan ketua umum PSSI dan perangkat di bawahnya. Para mafia tersebut dengan leluasa bermain di dalam federasi yang selama ini mengelola sepakbola tanah air. Sepakbola Indonesia kini berada di dalam genggaman para mafia bola yang tersebar secara masif dan menjadi penyakit yang akut.
Di sisi lain, animo masyarakat terhadap sepakbola begitu besar. Olahraga yang digemari oleh masyarakat dunia ini hampir setiap pertandingannya penuh dengan euforia penonton. Tak jarang pula hooliganisme sepakbola yang menggambarkan fanatisme masyarakat terhadap sepakbola berujung ricuh. Lagi-lagi federasi kita tidak mampu mengantisipasinya, karna kepentingan politis dan bisnis mengakibatkan perubahan sosial dan ekonomi persepakbolaan yang lebih baik tidak terjadi.
Maka menurut perspektif marxis dalam “kriminologi baru”, bahwa hooliganisme sepakbola harus dijelaskan sesuai dengan perubahan sosial dan ekonomi yang lebih luas. Sepakbola sebagai olahraga kelas pekerja, yang mana klub sangat terikat dengan fans atau komunitas sekeliling harus memberi kontribusi dalam perekonomian yang lebih baik. Namun, Fans klub merasa bahwa klub adalah suatu “demokrasi partisipatoris” dan pandangan mereka punya daya tawar dalam ruang pengurus atau di lapangan. Akibatnya, klub dijadikan sebatas alat untuk memeroleh legitimasi dukungan klub terhadap federasi yang selama ini mengatur tata kelola sepakbola nasional.
Sungguh keadaan sepakbola yang memprihatinkan, apalagi saat ini Indonesia berada di peringkat (165) urutan FIFA, jauh tertinggal di bawah Filipina (125), Vietnam (153), Thailand (139), Singapura (155), bahkan tertinggal dari Timur Leste (163). Anjloknya prestasi sepakbola Indonesia ini tak lepas dari pengaruh kepentingan mafia bola baik secara politik, bisnis dan kekuasaan.
Sistem dari perbuatan yang tidak baik ini harus segera diperbaiki dalam reformasi tata kelola yang baik. Gejala ini sudah berlaku bertahun-tahun lamanya dalam riwayat persepakbolaan Indonesia. Kalau reformasi sepakbola dilakukan, bukan berarti merupakan langkah sewenang-wenang pemerintah, tetapi intervensi perlu dilakukan sebagai upaya perbaikan federasi atau organisasi yang mengenal beda antara aspirasi sektarian, individual, dengan aspirasi sepakbola yang bersih dan profesional.
Pemerintah juga melakukan intervensi bukan tanpa dasar. Legal Standing pemerintah berada di dalam Undang-Undang No 3 tahun 2005 yang menjelaskan peran pemerintah dan kewajiban pemerintah dalam sistem keolahragaan nasional seperti yang disebutkan pada pasal 13 ayat 1 bahwa pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan secara nasional.
Harapan
Kita semua berharap kepada Tim Transisi untuk memperbaiki tata kelola sepakbola Indonesia yang lebih baik. Tim transisi harus menjadikan momentum turnamen piala kemerdekaan sebagai langkah awal konsolidasi dengan klub-klub peserta turnamen, agar reformasi sepakbola nasional bisa didukung oleh seluruh stakeholder sepakbola. Hal ini harus diperhatikan, mengingat turnamen ini menjadi sangat penting dan besar, karna membawa nama 70 tahun Kemerdekaan Indonesia, perintah Menteri yang disetujui Presiden dan gambaran tata kelola sepakbola yang baik.
Di bawah tanggung jawab Tim Transisi, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kita semua perlu optimis membangun manajerial dan tata kelola sepakbola yang transparan, kredibel, dan akuntabel. Terutama kita membutuhkan federasi yang profesional dan bersih demi sepakbola yang berprestasi di masa kini dan masa depan. Di bawah kepemimpinan federasi sepakbola yang bersih dan profesional disertai dukungan penuh masyarakat dan elite sepakbola, negara ini bisa jadi negara yang memiliki prestasi sepakbola yang membanggakan di kancah internasional.
Untuk itu, dalam konteks reformasi tata kelola sepakbola yang baik,  masyarakat dan seluruh elite sepakbola harus mendukung dan menyambut turnamen Piala Kemerdekaan 2015 dengan optimis. Karena jika tidak, konsep reformasi tata kelola sepakbola yang kita harapkan hanya akan menjadi sebatas wacana dan tidak akan pernah terwujud tanpa dukungan dari kita semua.  
Semoga turnamen Piala Kemerdekaan 2015 bisa menjadi contoh manajerial baru tata kelola sepakbola nasional yang baik.  

0 comments:

Post a Comment

 
TOP