Tersirat kabar seruan aksi dari BEM SI
(Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia ) perihal penurunan Jokowi 20 Mei
mendatang.
Setidaknya seruan ini menyita
perhatian berbagai kalangan, termasuk para aktivis, akademisi dan seluruh
elemen mahasiswa. Betapa tidak, seruan itu terus mengalir di dunia media
sosial, baik di BBM, Whatsapp, Facebook, Twitter, dan akses media lainnya.
Terlepas apakah seruan itu hanyalah kabar hoax atau semacam wacana bohong penuh sensasi, atau mungkin aksi
itu akan benar terjadi, tulisan ini hanya ingin mengkritisi seruan aksi
tersebut.
Tulisan ini juga
tidak bermaksud membela Jokowi. Penulis sebagai kapasitas mahasiswa dan aktivis
pergerakan, akan memaparkan secara realistis konteks perpolitik nasional dan
kebijakan pemerintah mutakhir yang berkembang.
Sebuah
wacana
Setiap kali saya berdiskusi dengan
teman-teman aktivis perihal penurunan Jokowi, saya selalu membuka sebuah
pertanyaan fundamental. Mengapa seruan aksi harus 20 Mei? Setidaknya ada dua
pendapat, pertama, rentan waktu yang ditentukan adalah untuk mengonsolidasikan dan mengorganisir massa guna membawa aksi yang besar dan
mencapai klimaks pada 20 Mei mendatang. Kedua, bulan Mei adalah bulan
bersejarah bagi Indonesia, sebagaimana gerakan aksi mahasiswa meruntuhkan Orde
Baru di bulan Mei.
Tentu dasar berfikir seperti itu masuk
akal, namun hemat saya sangat dangkal. Dalam hal ini saya sepakat dengan analisis
politik barat, Noam Chomsy dalam tesisnya mengatakan, kritik terhadap pemerintah
di negara-negara dunia yang dianggap gagal mengelola negara, sering menggunakan
isu-isu aksi turun ke jalan. Maka dalam bayangan saya, wacana aksi penurunan
Jokowi dengan rentan waktu yang lama bukan untuk pengorganisiran massa. Isu itu
tak lain adalah sebuah wacana aktivis untuk menegur dan memberi peringatan kepada
Jokowi agar menyelesaikan konflik-konflik dan persoalan yang berkembang saat
ini sebelum rentan waktu 20 Mei mendatang. Baik itu persoalan politik, ekonomi
dan persoalan lain yang terjadi saat ini.
Dalam perspektif politik, seruan ini menjadi positif ketika atas
dasar idealisme mahasiswa sebagai penggerak perubahan dan barisan shaf awal
mengkritisi pemerintah yang otoriter, semena-mena dan tak mampu menjaga
stabilitas negara. Maka silahkan dilanjutkan dengan aksi damai, menuntut pemerintah
lebih baik dalam menerapkan kebijakan. Namun akan menjadi negatif jika seruan
itu hanyalah sensasi hoax orang-orang yang tidak bertanggungjawab, dan malah
memprovokasi kebijakan-kebijakan yang mapan. Jika itu benar bukankah akan menjadi
aib bagi mahasiswa
Maka dalam hal ini, sebagai mahasiswa perlu kiranya memahami secara
realistis dan obyektif tentang kebijakan pemerintah di masa awal pemerintahan
ini. Artinya, sebagai kader bangsa dan pemegang hak penuh warisan mengelola dan
menjaga negara, kita harus memaparkan secara nyata, bukan atas dasar kebencian,
atau kekecewaan yang mendalam berlarut-larut karna di pemilu Jokowi menang. Jangan
sampai kita menjustice, atau memprovokasi gerakan penurunan Presiden. Karna
realitas politik nasional yang berkembang dengan berbagai macam cabang
kekuasaan adalah masalah pokok bangsa menuju perubahan. Persolan ini sejatinya
dipahami oleh semua kalangan.
Beberapa
Fakta
Apa yang dilakukan jokowi sampai hari ini sudah baik. Faktanya,
pemerintah telah melakukan kebijakan-kebijakan dan program bagus seperti penenggelaman
kapal nelayan asing yang melanggar teritorial laut Indonesia, pembangunan
infrastruktur negara, eksekusi mati penyokong narkoba, kebijakan menggerakkan sektor perekonomian
riil, program kartu sakti seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia
Sehat (KIS), pembangunan 1 Juta rumah telah dimulai, pembangunan listrik 25
Ribu megawolt, dan tentu tak mungkin ditulis di sini program-program lain
Jokowi yang baik.
Memang kebijakan baik ini tak begitu mudah dirasakan dampaknya oleh
rakyat. Jauh dari semua itu, tahap konsolidasi pemerintahan tak gampang
dilakukan dalam rentan waktu yang cepat. Setidaknya, butuh waktu 2 sampai 3
tahun untuk melihat kinerja pemerintah dan dampak bagi perekonomian, politik
dan kesejahteraan rakyat.
Untuk mewujudkan program Nawacita Presiden yang tertulis dalan 24
lembar halaman itu, kita harus mendukung penuh presiden menghadapi segala badai
masalah yang menimpa negeri ini.
Solusi
Bijaksana
Wacana menjatuhkan presiden Jokowi harus kita selesaikan dengan
solusi yang bijaksana. Menjatuhkan Presiden Jokowi di tengah jalan akan sangat
merugikan bangsa Indonesia. Presiden sebagai pemilik eksekusi kebijakan harus
kita kritisi, namun bukan dengan menjustice sumber dari segala problem.
Mengevalusasi kinerja pemerintah selama setengah tahun ini masih
terlalu dini. Pemakzulan presiden tidaklah mudah, tak semudah membalikkan
telapak tangan. Persoalan-persoalan besar bangsa ini tak bisa diselesaikan dan
dicari siapa yang berkuasa dan bagaimana peran penguasa. Yang diperlukan saat
ini adalah semangat membangun Indonesia yang maju, sejahtera dan damai.
Jangan sampai hiruk pikik kegaduhan yang terjadi diperparah oleh
arus wacana penuruan presiden. Semua perilaku itu suatu nalar di luar tradisi
kita. Masyarakat Indonesia yang ramah, damai, dan menyelesaikan permasalahan
dengan musyawarah.
Ketika pesoalan-persoalan nasional terus mengalir berduyun-duyunan,
tentu sulit bagi siapapun untuk tidak mengarahkan telunjuk kepada Presiden
sebagai aktor yang paling bertanggungjawab menghentikannya.
Namun, selaiknya kita harus mempertahankan Jokowi sampai 2019. Jika
tidak, kita akan lebih susah lagi. Jika pemerintahan susah maka bisnis akan
susah, ekonomi krisis, kebijakan pembangunan berhenti, politik krisis dan
mengalamai masa fluktuasi kemunduran. Di sisi lain negara akan kacau. Dampak besarnya
adalah krisis negara. Ketika negara krisis yang dirugikan adalah rakyat semua.
Maka jauh dari itu semua kita harus berfikir reflektif, mari bersama-sama
berkomitmen untuk menjaga, mengawasi dan mengkritisi pemerintahan Jokowi selama
lima tahun ke depan. Kita lawan orang yang ingin menjatuhkan Jokowi, baik yang
berada di luar pemerintahan maupun di dalam pemerintahan. Namun kita dukung
pihak yang mengkritisi Jokowi atas nama kebaikan dan pemerintahan yang lebih
baik di masa depan.
0 comments:
Post a Comment