Sebuah momentum langka terjadi di akhir bulan
Desember 2015. Secara berturut-turut dari hari kamis hingga sabtu terdapat
peringatan spesial yang dijunjung umat manusia. Kelahiran Nabi Muhammad
(Maulid), Kelahiran yesus (Natal) dan peringatan hari wafat (Haul) Gus Dur. Lalu
inspirasi apa yang bisa kita ambil pada momentum ini?
Keteladanan
Pertama, kelahiran Nabi Muhammad (Maulid).
Rosulullah menjadi inspirasi kejujuran dengan berlandaskan nilai-nilai etik
moralitas yang luhur. Sebagaimana jamak diketahui, Rosulullah membawa misi
agamanya sebagai rahmat bagi seluruh alam. Beberapa kajian sejarah
memperlihatkan bagaimana Rosul membumikan dan mendakwahkan nilai-nilai etik
moralitas yang luhur. Seorang manusia yang lahir dengan kepapaan, tidak sempat
melihat wajah sang ayah karena lebih dahulu dipanggil Tuhan. Tak lama dari
kelahirannya giliran sang ibu menghadap Tuhan.
Perjuangannya bukan meminta uang kepada orang
tua, tetapi berjuang keras dengan berdagang. Rosul mempunyai modal kejujuran,
ketulusan dengan berlandaskan akhlak karimah dan moralitas yang luhur hingga menjadikannya
sebagai insan mulia. Legitimasi keteladanan moral dan kejujuran bukan hanya
dari kalangan umat Islam, tetapi juga umat manusia di seantero bumi ini.
Hampir separuh umat manusia di dunia ini bersholawat
kepadanya. Ia nyaris tanpa kebencian. Untuk umat Islam dan manusia di seluruh
dunia, Rosul tidak memberi warisan harta, kekayaan, politik, jabatan, tetapi
sebuah nilai-nilai yang tertuang di dalam al-Quran dan Sunnahnya. Warisan
berharga itu menjadi ajaran yang tak bernilai harganya untuk siapapun yang ingin
menjadikannya sebagai pedoman hidup.
Kedua, Kelahiran Yesus (Natal)/Nabi Isa
menurut keyakinan Islam. Momentum natal memberi inspirasi kesederhanaan.
Keteladan Yesus/Nabi Isa ibarat sebuah oase di tengah badai gurun materialisme,
hedonisme dan kecintaan masyarakat terhadap hal-hal keduniaan. Pesan konkrit
dari Yesus/Nabi Isa adalah bahwa uang bukan segala-galanya. Akibat menggilanya
manusia terhadap harta kekayaan, timbullah praktik-praktik korupsi, yang merongrong
prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pesan mulia Nabi Isa/Yesus agar tidak rakus
menjadi dasar agar perilaku kerakusan manusia tidak menghancurkan harapan kaum
lemah dan menginjak-injak hak-hak masyarakat kecil. Spirit kesederhanaan juga mejadi
dasar untuk tidak terjebak dalam perangkap globalisasi berbaju hedonisme,
materialisme dan konsumerisme.
Ketiga, peringatan hari wafat (haul) Gus Dur.
Ia sebagai bapak bangsa Indonesia memberi inspirasi keteladanan dalam
menjalankan kehidupan toleransi. Semangat menghargai perbedaan dan
mengedepankan kebersamaan di tengah masyarakat yang majemuk adalah keteladanan
Gus Dur paling nyata.
Berkat inspirasinya menghargai perbedaan, ia dicintai
tidak hanya umat Islam, tetapi juga berbagai umat agama lain. Faktanya saat
wafat banyak sekali yang menangisi kepergiannya. Semua orang berebut ucapan
selamat jalan. Bukan hanya umat Islam, umat dari berbagai agamapun berlinang
air matanya atas kepergiannya.
Kondisi Saat Ini
Kondisi saat ini justru terbalik dari
keteladanan Nabi Muhammad, Yesus/Nabi Isa dan Gus Dur. Sepanjang tahun 2015
ini, pemimpin kita telah mempertontonkan tindakan amoral dan sangat jauh dari nilai dan jiwa kepemimpinan
yang bernilai etik moralitas luhur. Meskipun bisa dipastikan mereka beragama,
tetapi tindakan amoral dan akhlak buruk masih membelit kebiasaan mereka.
Masih teringat jelas apa yang dipertontonkan
oleh pemimpin kita saat pemilihan pimpinan DPR, sidang MKD dan perilaku buruk
lainnya. Sungguh perilaku yang sangat jauh dari nilai dan akhlak yang
dicontohkan Rosul. Inspirasi Rosul dalam moralitas dan nilai etika yang baik
tidak terlihat pada pemimpin kita.
Di samping itu, Indonesia juga disuguhi
praktik-praktik keserakahan dunia oleh pemimpin-pemimpinnya. Praktik korupsi,
makelar jabatan hingga suap menyuap adalah contoh konkrit bahwa pemimpin kita
belum bisa melihat secara jernih masa depan bangsa. Kerakusannya menghancurkan
hak-hak kaum lemah dan menginjak-injak hak hidup masyarakat yang dipimpinnya.
Kondisi ini diperparah oleh kondisi
masyarakat yang masih terbelit masalah dikotomi antar si miskin dan si kaya. Di
tengah jurang perbedaan besar ini justru praktik korupsi, pendewaan uang,
kekerasan, kerusakan alam terus berlangsung. Inspirasi Nabi Isa/Yesus dalam hal
ini adalah pengembangan spiritualitas keruhanian, hidup yang sederhana, rela
berbagi dan tidak serakah pada jabatan dan harta.
Inspirasi Gus Dur juga sangat diperlukan di
tengah kondisi umat Islam di berbagai belahan dunia yang tercabik-cabik oleh
berbagai konflik dan pertikaian serta polarisasi pemahaman ajaran Islam. Dalam hal
ini bangsa Indonesia merasakan benar warisan toleransi Gus Dur. Warisan Gus Dur
untuk Indonesia tidak hanya mampu menyelamatkan negara ini dari ancaman
konflik, tetapi juga merepresentasikan sebagai satu-satunya negara bangsa yang
mempunyai prinsip toleransi yang kuat dengan masyarakat yang plural.
Bayangkan dunia Arab yang hanya memiliki satu
bangsa; Arab! dengan satu bahasa, terbelit dengan berbagai konflik dan terpecah
belah. Sedangkan di Indonesia dengan ratusan suku, ribuan pulau dan bahasa
serta beragamnya agama justru bisa memelihara prinsip toleransi dalam berbangsa
dan bernegara. Hal ini menjadi bukti, Gus Dur memberi keteladan dan inspirasi
bagi kita dalam mengimplementasikan ajaran toleransi dalam kehidupan ini.
Dari itu semua, peringatan Maulid Nabi, Natal
dan Haul Gus Dur ini tidak akan berpengaruh terhadapan kehidupan berbangsa dan
bernegara jika hanya menjadi seremonial tahunan. Keteladanan ketiga peringatan
spesial ini perlu dihadirkan dalam konteks Indonesia saat ini. Momentum ini harus
dilanjutkan dengan upaya-upaya setiap kita untuk menerapkan keteladan Nabi
Muhammad, Nabi Isa/Yesus dan Gus Dur ke dalam perilaku pribadi dan kelompok.
Di samping itu, ketiga peringatan ini penting
dijadikan refleksi akhir tahun untuk menyambut dan menatap tahun depan yang
lebih baik. Kalau nilai-nilai keteladanan dari ketiga peringatan spesial ini bisa
kita wujudkan, niscaya negara ini akan menjadi representasi negara yang bermoral,
bersih dan cerminan toleransi.
Ahmad Hifni
(Aktif pada Moderate
Muslim Society)
0 comments:
Post a Comment