Hari ini, 22
Oktober 2015, pemerintah melalui keputusan Presiden secara resmi menetapkan
sebagai Hari Santri Nasional.
Banyak
pertanyaan dari berbagai khalayak ihwal penetapan Hari Santri Nasional ini, terutama
dari masyarakat umum yang secara pendidikan tidak pernah mengenyam pembelajaran
di pesantren. Hal ini tak lain karna sudah jamak diketahui, bahwa penetapan hari
nasional merupakan peristiwa sejarah yang mempunyai andil besar terhadap suatu
negara dan bangsa. Pertanyaannya sejauh mana kalangan santri sudah memberi
sumbangsih terhadap Indonesia ?
Peran Santri
Sejarah
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa dilepas dari
peran santri (Kuntowijoyo, 2008). KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945
mengeluarkan fatwa yang dikenal dengan sebutan “Resolusi Jihad”. Sebuah
kebulatan tekad yang isinya mewajibkan kepada seluruh umat Islam untuk
mengangkat senjata melawan penjajah dan segala bentuk imperialisme yang mengancam
kemerdekaan Republik Indonesia.
Resolusi
Jihad ini menjadi resolusi umat Islam yang dikumandangkan hampir seluruh tanah
Jawa. Resolusi Jihad ini juga menginspirasi ribuan pemuda pejuang tanah air yang
tergabung di dalam laskar-laskar pemuda yang aktif melawan penjajah seperti
pertempuran 10 November Surabaya, Palagan Ambara, pertempuran di Semarang,
Bandung lautan api dan pertempuran-pertempuran lain yang tak terjamah dalam
sejarah.
Fakta historis
tak kalah menarik datang dari persepektif Sartono Kartodirdjo (seorang
sejarawan) di dalam buku Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kyai, Konstruksi
sosial berbasi agama (2007). Sartono mengatakan bahwa peristiwa
pertentangan sosial politik terhadap penguasa kolonial, menurut laporan
pemerintah Belanda sendiri dipelopori oleh para Kyai sebagai pemuka agama dan
santri sebagai sebuah gerakan penting dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Komunitas santri pedesaan dengan semangat kesadaran akan tanggung
jawab terhadap Islam dan tanah air, menyatu menjadi basis kekuatan yang mampu
menjadi bagian dari aktor kemerdekaan Indonesia.
Berkat
motivasi dan upaya transformasi besar-besaran serta beralihnya gerakan yang
spontanitas dari produk ulama dan sugesti pensakralan terhadap peperangan
melawan penjajah terbukti mampu mengusir penjajah dari tanah air ini. Hal itu
juga karena sifat Kharismatik (Spiritual Leader) dan paternalistik Kyai
yang merupakan ciri kepemimpinananya melakukan perlawanan terhadap penjajah.
Dengan itu, perjuangan para santri yang dikomandoi oleh para Kyai mampu
mengantarkan perjuangan menuju pintu kemerdekaan Indonesia.
Dari sini
kita ketahui bahwa penetapan hari santri nasional ini tak lain adalah suatu
sikap pemerintah untuk menghargai jasa para santri atas kecintaannya kepada
tanah air serta perjuangannya mempertahankan kemerdekaan Indonesia melawan
penjajah. Rasa nasionalisme santri itu tercermin dari peristiwa empirik yang
memang dalam literatur historis banyak tidak diketahui masyarakat umum. Sejarah
yang selama ini kita terima tidak pernah memberi kejujuran tentang peran laskar
santri yang terhimpun dalam Hizbullah dan laskar para Kyai yang
tergabung dalam Sabilillah. Peristiwa 10 Oktober 1945, yang dikenal
dengan Resolusi Jihad untuk melawan penjajah juga tidak banyak terekam dalam sejarah
kemerdekaan Indonesia.
Sungguh suatu
ketidaksempurnaan jika setiap pemaparan sejarah nasional Indonesia tidak
disertai dengan peranan umat Islam dalam hal ini santri sebagai pejuang melawan
penjajah. Begitu dalamnya torehan sejarah yang dimainkan perannannya oleh para
santri di bawah komando para Kyai dan Ulama. Semua itu telah memberi warna yang
terang dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Belajar dari
santri
Dalam
kaitannya dengan Resolusi Jihad, pesantren mendasari empat semangat di dalam jiwa
sanubari santri, pertama, ruh al-tadayun (semangat beragama yang
dipahami, didalami dan diamalkan), kedua, ruh al-wathoniyah (semangat
cinta tanah air), ketiga, ruh al-ta’addudiyah (semangat menghormati
perbedaan), dan keempat, ruh al-Insaniyah (semangat kemanusiaan).
Keempat semangat itu selalu melekat dalam jiwa santri karna pesantren
senantiasai menjadikan empat pilar tersebut dalam proses pendidikan dan
pembelajarannya.
Dari keempat
pilar itu sejatinya menjadi pembelajaran bagi kita dalam berbangsa dan
bernegara. Siapapun, baik santri maupun yang bukan, semestinya belajar dari
keempat pilar tersebut. Sudah terbukti, dengan mengamalkannya bisa menjadi
tiang kokoh untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Buktinya, keterlibatan
santri dalam sejarah perlawanan Indonesia dengan semangat kebangsaan dan
keagamaan terus bergelora dalam dimensi tempat dan waktu.
Apalagi di
tengah krisisnya moralitas kepemimpinan yang melanda negeri ini. Jika korupsi,
kedzoliman, hedonisme dan ketimpangan hukum sedang melanda negeri ini, justru santri
menjadi teladan kejujuran, kesederhanaan, kemandirian dan kepemimpinan dalam
hidup berbangsa dan bernegara. Hal ini tak lain karna di pesantren tidak hanya
menjadi tempat untuk menimba ilmu pengetahuan, melainkan juga dalam penanaman
dan pembentukan nilai-nilai dan norma, nasionalisme, serta akhlak mulia berdasarkan ajaran-ajaran luhur keagamaan.
Dari itu
semua, Hari Santri Nasional ini adalah momentum untuk meluruskan sejarah di
mana perjuangan para Kyai berikut para santri dapat dijadikan inspirasi dan
keteladanan oleh generasi muda selanjutnya. Sebagai santri saya ucapkan terima
kasih kepada presiden Jokowi yang telah menunaikan janji kampanyenya untuk
menjadikan 22 Oktober sebagai hari santri nasional. Selamat Hari Santri Nasional.
0 comments:
Post a Comment