Loading...
Sunday, November 15, 2015

TRAGEDI PARIS YANG TERULANG KEMBALI



Akhir pekan ini dunia diguncang pemberitaan mengerikan berupa serangan teror secara simultan yang mengguncang Paris, Perancis.

Hampir seluruh media, baik cetak maupun digital memberitakan tragedi kekejaman dahsyat. Tak kurang 128 orang tewas akibat rentetan serangan di beberapa tempat yang banyak dikunjungi orang. Pelaku menyerang dengan senapan AK-47 dan sabuk bahan peledak, manusia dibantai, darah berceceran, mengatasnamakan agama sebagai sebuah jihad suci. Oleh para pelakunya tindakan ini dianggap sebagai religius transendental dan akan mendapat upah yang besar di Surga, dengan mengorbankan diri membantai ratusan orang dianggap sebagai tindakan mulia.

Bayangkan ketika anda menikmati pertandingan sepak bola, atau kegirangan ketika menonton konser band favorit, atau sedang menikmati hidangan di restoran, wajah yang seharusnya ceria penuh kebahagiaan tiba-tiba terguncang oleh rasa takut maha dahsyat. Serangan membabi buta ! manusia membunuh manusia !

Inilah tragedi berkabung umat manusia. Dengan waktu hampir bersamaan manusia dibantai di rumah makan, bar, restoran dan di sekitar stadion Sepak bola. Tragedi teror terulang kembali. Mengingat sebelumnya, serangan teror juga terjadi di Perancis berupa serangan bersenjata terhadap kantor majalah Charlie Hebdo dan disusul penyanderaan di pasar swalayan Yahudi yang menewaskan total 17 orang.

Seketika, NIIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Yang menjadi pertanyaan besar saya adalah apakah ini simbol, (meminjam Huntington) bentrokan peradaban yang tak bisa lagi dihindari sehingga menghadirkan jurang perbedaan politik, ekonomi, perdagangan atau keyakinan yang begitu besar? Atau ini memang (meminjam Dinno: Menyeret gerbong Kapitalisme) sengaja dibenturkan, untuk mengarahkan telunjuk umat manusia bahwa  musuh utama setelah Komunisme runtuh adalah Islam?

Aksi Teror

Dari situlah, sejak tragedi serangan 11 September 2001 terhadap Menara Kembar World Trade Center dan Pentagon, Islam menjadi topik pembahasan dunia Internasional. Gejala-gejala Islamphobia berkembang di seluruh penjuru dunia sebagai pelaku terorisme. Perang terhadap terorisme pun dikumandangkan di seluruh dunia.

Buktinya, sejumlah pemimpin dunia yang dalam beberapa persoalan saling berbeda pendapat, di hadapan kekerasan itu bersatu mengecam serangan terorisme. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, Presiden AS Barack Obama, Ratu Inggris Elizabeth II, Perdana Menteri India Narendra Modi, Paus Fransiskus, Presiden Iran Hassan Rouhani, Presiden Tiongkok Xi Jinping dan hampir seluruh pemimpin dunia juga bersama-sama mengecam terorisme.

Tertujulah pandangan manusia pada geopolitik Timur Tengah sebagai sarang terorisme yang dimainkan peranannya oleh NIIS. Tentu menurut saya inilah keberhasilan propaganda pembenturan peradaban atau sengaja dibenturkan (The Clash of Civilizations). Karena Faktanya, di dalam data pemerintahan Perancis diterangkan bahwa lebih dari 500 warga Perancis turut dalam gerakan kelompok NIIS di Suriah dan Irak, serta sekitar 250 Veteran perang itu telah kembali ke Perancis.

Dari data tersebut saya justru melihat tragedi ini merupakan kekalahan Perancis terhadap kaum takfiri negerinya sendiri. Di satu sisi Perancis turut menggempur NIIS dengan bergabung bersama koalisi pimpinan Amerika Serikat yang menggelar serangan udara terhadap NIIS di negara Irak dan Suriah. Namun di sisi lain Perancis kewalahan digempur balik oleh ideologi takfiri warga negerinya sendiri sebagai tindakan “Nyawa dibalas Nyawa” (apa yang dilakukan perancis terhadap Suriah, harus dibayar setimpal).

Pengaruh ideologi takfiri mengancam negara-negara di seluruh penjuru dunia sekaligus menjadi bukti, bahwa permasalahan terorisme sangat kompleks. Kaum takfiri bukan hanya di Timur Tengah, tetapi juga menjelma di berbagai penjuru dunia, seperti tragedi Mumbai, India (2008), Bali, Indonesia (2002), Madrid, Spanyol (2004) adalah persoalan serius terorisme yang berkembang di belahan dunia.

Terorisme juga tak sebaru perspektif masyarakat mutakhir yang terprovokasi fitnah besar bahwa ajaran Islam sebagai pengaruhnya. Terorisme sudah ada sejak duhulu kala. Lebih dari 2.000 tahun silam, teror dilakukan oleh kaum Zealot Yahudi yang dikenal sebagai sicarii (orang berpisau belati; belati digunakan sebagai alat untuk perlawanan). Tindakan itu dilakukan untuk melawan kaum penjajah Romawi. Kemudian muncul sekte Ismaíli yang dikenal sebagai ”Assassin”.

Setiap zaman melahirkan ciri tersendiri dari aksi terorisme. Teror atas nama agama (ada yang menyebut teror suci) merupakan sebuah fenomena yang selalu terjadi di setiap zaman dan di berbagai agama. Bukan hanya terjadi di era kontemporer ini, atau teror mengatasnamakan agama tidak hanya terjadi pada agama Islam. 

Solusi yang paling tepat untuk mengatasi persoalan-persoalan teror yang terus berkembang dalam setiap zaman, bukan melawannya dengan koalisi militer atau serangaan pesawat nirawak, tetapi harus dilakukan dengan diplomasi agresif antar peradaban. Oleh karena globalisasi hadir bukan hanya untuk mempromosikan sistem demokrasi, akan tetapi juga harus menghasilkan resolusi konflik secara damai dan adil sesuai peradaban yang dipahami berbagai kepentingan di dunia.

Dari itu semua kita patut bersyukur Indonesia mempunyai dua organisasi NU dan Muhammadiyah sebagai filter dari ideologi-ideologi takfiri. Namun, jangan sampai kita lengah terhadap ancaman-ancaman kaum puritan. Apa pun alasannya, apa pun tujuannya, penyerangan seperti di Paris tidak bisa dibenarkan. Tidak ada dasar yang bisa digunakan untuk membenarkan tindakan itu. Kelompok Takfiri telah menodai kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan umat manusia!!.

Ahmad Hifni
(Moderate Muslim Society)

0 comments:

Post a Comment

 
TOP