Akhir pekan ini dunia diguncang pemberitaan
mengerikan berupa serangan teror secara simultan yang mengguncang Paris,
Perancis.
Hampir seluruh media, baik cetak maupun
digital memberitakan tragedi kekejaman dahsyat. Tak kurang 128 orang tewas
akibat rentetan serangan di beberapa tempat yang banyak dikunjungi orang. Pelaku
menyerang dengan senapan AK-47 dan sabuk bahan peledak, manusia dibantai, darah
berceceran, mengatasnamakan agama sebagai sebuah jihad suci. Oleh para pelakunya
tindakan ini dianggap sebagai religius transendental dan akan mendapat upah
yang besar di Surga, dengan mengorbankan diri membantai ratusan orang dianggap
sebagai tindakan mulia.
Bayangkan ketika anda menikmati pertandingan
sepak bola, atau kegirangan ketika menonton konser band favorit, atau sedang
menikmati hidangan di restoran, wajah yang seharusnya ceria penuh kebahagiaan tiba-tiba
terguncang oleh rasa takut maha dahsyat. Serangan membabi buta ! manusia
membunuh manusia !
Inilah tragedi berkabung umat manusia. Dengan
waktu hampir bersamaan manusia dibantai di rumah makan, bar, restoran dan di
sekitar stadion Sepak bola. Tragedi teror terulang kembali. Mengingat sebelumnya,
serangan teror juga terjadi di Perancis berupa serangan bersenjata terhadap
kantor majalah Charlie Hebdo dan disusul penyanderaan di pasar swalayan Yahudi
yang menewaskan total 17 orang.
Seketika, NIIS mengklaim bertanggung jawab
atas serangan tersebut. Yang menjadi pertanyaan besar saya adalah apakah ini
simbol, (meminjam Huntington) bentrokan peradaban yang tak bisa lagi dihindari
sehingga menghadirkan jurang perbedaan politik, ekonomi, perdagangan atau
keyakinan yang begitu besar? Atau ini memang (meminjam Dinno: Menyeret
gerbong Kapitalisme) sengaja dibenturkan, untuk mengarahkan telunjuk umat
manusia bahwa musuh utama setelah
Komunisme runtuh adalah Islam?
Aksi Teror
Dari situlah, sejak tragedi serangan 11
September 2001 terhadap Menara Kembar World Trade Center dan Pentagon, Islam
menjadi topik pembahasan dunia Internasional. Gejala-gejala Islamphobia
berkembang di seluruh penjuru dunia sebagai pelaku terorisme. Perang terhadap
terorisme pun dikumandangkan di seluruh dunia.
Buktinya, sejumlah pemimpin dunia yang dalam beberapa
persoalan saling berbeda pendapat, di hadapan kekerasan itu bersatu mengecam
serangan terorisme. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden
Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, Presiden AS Barack Obama, Ratu Inggris
Elizabeth II, Perdana Menteri India Narendra Modi, Paus Fransiskus, Presiden
Iran Hassan Rouhani, Presiden Tiongkok Xi Jinping dan hampir seluruh pemimpin
dunia juga bersama-sama mengecam terorisme.
Tertujulah pandangan
manusia pada geopolitik Timur Tengah sebagai sarang terorisme yang dimainkan
peranannya oleh NIIS. Tentu menurut saya inilah keberhasilan propaganda
pembenturan peradaban atau sengaja dibenturkan (The Clash of Civilizations).
Karena Faktanya, di dalam data pemerintahan Perancis diterangkan bahwa lebih
dari 500 warga Perancis turut dalam gerakan kelompok NIIS di Suriah dan Irak,
serta sekitar 250 Veteran perang itu telah kembali ke Perancis.
Dari data tersebut saya justru melihat
tragedi ini merupakan kekalahan Perancis terhadap kaum takfiri negerinya
sendiri. Di satu sisi Perancis turut menggempur NIIS dengan bergabung bersama
koalisi pimpinan Amerika Serikat yang menggelar serangan udara terhadap NIIS di
negara Irak dan Suriah. Namun di sisi lain Perancis kewalahan digempur balik
oleh ideologi takfiri warga negerinya sendiri sebagai tindakan “Nyawa dibalas
Nyawa” (apa yang dilakukan perancis terhadap Suriah, harus dibayar setimpal).
Pengaruh ideologi takfiri mengancam
negara-negara di seluruh penjuru dunia sekaligus menjadi bukti, bahwa permasalahan
terorisme sangat kompleks. Kaum takfiri bukan hanya di Timur Tengah, tetapi
juga menjelma di berbagai penjuru dunia, seperti tragedi Mumbai, India (2008),
Bali, Indonesia (2002), Madrid, Spanyol (2004) adalah persoalan serius
terorisme yang berkembang di belahan dunia.
Terorisme juga tak sebaru perspektif
masyarakat mutakhir yang terprovokasi fitnah besar bahwa ajaran Islam sebagai
pengaruhnya. Terorisme sudah ada sejak duhulu kala. Lebih dari 2.000 tahun silam,
teror dilakukan oleh kaum Zealot Yahudi yang dikenal sebagai sicarii (orang
berpisau belati; belati digunakan sebagai alat untuk perlawanan). Tindakan itu
dilakukan untuk melawan kaum penjajah Romawi. Kemudian muncul sekte Ismaíli
yang dikenal sebagai ”Assassin”.
Setiap zaman melahirkan ciri tersendiri dari
aksi terorisme. Teror atas nama agama (ada yang menyebut teror suci) merupakan
sebuah fenomena yang selalu terjadi di setiap zaman dan di berbagai agama.
Bukan hanya terjadi di era kontemporer ini, atau teror mengatasnamakan agama
tidak hanya terjadi pada agama Islam.
Solusi yang paling tepat untuk mengatasi persoalan-persoalan teror yang terus berkembang dalam setiap zaman, bukan melawannya dengan koalisi militer atau serangaan pesawat nirawak, tetapi harus dilakukan dengan diplomasi agresif antar peradaban. Oleh karena globalisasi hadir bukan hanya untuk mempromosikan sistem demokrasi, akan tetapi juga harus menghasilkan resolusi konflik secara damai dan adil sesuai peradaban yang dipahami berbagai kepentingan di dunia.
Solusi yang paling tepat untuk mengatasi persoalan-persoalan teror yang terus berkembang dalam setiap zaman, bukan melawannya dengan koalisi militer atau serangaan pesawat nirawak, tetapi harus dilakukan dengan diplomasi agresif antar peradaban. Oleh karena globalisasi hadir bukan hanya untuk mempromosikan sistem demokrasi, akan tetapi juga harus menghasilkan resolusi konflik secara damai dan adil sesuai peradaban yang dipahami berbagai kepentingan di dunia.
Dari itu semua kita patut bersyukur Indonesia
mempunyai dua organisasi NU dan Muhammadiyah sebagai filter dari
ideologi-ideologi takfiri. Namun, jangan sampai kita lengah terhadap
ancaman-ancaman kaum puritan. Apa pun alasannya, apa pun tujuannya, penyerangan
seperti di Paris tidak bisa dibenarkan. Tidak ada dasar yang bisa digunakan
untuk membenarkan tindakan itu. Kelompok Takfiri telah menodai kebebasan,
kesetaraan dan persaudaraan umat manusia!!.
Ahmad Hifni
(Moderate Muslim Society)
0 comments:
Post a Comment