Loading...
Thursday, June 9, 2016

TEOLOGI PUASA RAMADHAN


Bulan Ramadhan kini datang, bulan yang diagungkan dan dimuliakan kaum muslimin di seantero dunia. Di bulan inilah al-Quran pertama kalinya diturunkan (wahyu pertama). Di bulan ini umat Islam memenangkan perang pertama dalam Islam (perang badr kubra) antara kaum muslimin yang dipimpin Rasulullah dengan pasukan Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan bin Harb. Di bulan ini pula Rasulullah dan kaum muslimin berhasil menaklukkan kota Mekkah sekaligus menghapus pemujaan berhala di dalam ka’bah dan sekitarnya. 

Kata Ramadhan, ada yang mengartikan “pembakaran”, maka bisa disebut dengan “bulan pembakaran”, yakni pembakaran dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan dengan melaksanakan puasa, shalat malam dan amalan ibadah lainnya. Bulan Ramadhan ada juga yang mengartikan dengan “bulan panas”, bulan yang “bertemperatur tinggi”, yakni pribadi-pribadi melebur untuk ditempa menjadi manusia yang sempurna dan bertakwa.

Pada bulan inilah seluruh umat Islam di seantero dunia melaksanakan ibadah puasa. Kata puasa berasal dari bahasa Sansekerta “upawasa”. Orang Madura biasa menyebut “pasah”. Sejumlah suku di Indonesia juga biasa menyebut “puasa”. Dalam kitab Hindu/Buddha disebut “vassa” (bahasa Pali). Dalam bahasa Arab disebut “Shaum/shiyam”, onthauding (Belanda), fasting (Inggris). Sedangkan Al-Qurthubi dalam kitabnya: Tafsir al-Jami’ li-ahkamil Qur’an menyebut puasa sebagai “bersikap pasif dari melakukan sesuatu”.

Secara terminologi puasa bermakna “pantang” (abstinance) atau menahan diri dengan sengaja dari makan, minum, bersetubuh dan lain-lain yang membatalkan puasa. Ibadah ini merupakan latihan disiplin (ketaatan) kepada perintah atau aturan Allah dan contoh RasulNya yang berpuncak pada takwa. Takwa dalam pengertian penciptaan kondisi orang yang melakukan puasa agar terpelihara dari kejahatan, kemudaratan dan keburukan yang umumnya bersumber pada perut dan nafsu syahwat (seksual). Karena kedua nafsu (dorongan) inilah yang dianggap paling besar dan paling dapat merusak kehidupan individu, masyarakat maupun sebuah bangsa.

Puasa dalam Islam bukan hanya mengandung motif jasminiah, melainkan juga rohaniah, kejiwaan atau spiritual yang mendalam sebagai latihan dan didikan jiwa (rohani) agar tidak putus hubungan dengan Tuhan (Allah), melaksanakan segala perintahNya dengan taat dan menjauhi segala laranganNya dengan patuh.Puasa sebagai pencegah, pengendali dan pengontrol nafsu-nafsu makan, minum dan syahwat; bahkan nafsu-nafsu yang mendorong pada kejahatan yang ditimbulkan oleh pancaindra dan anggota badan. Semua itu dicegah dan dikendalikan dengan melaksanakan puasa.
 
Puasa dalam Islam bukan untuk tujuan politik, etika, magis dan tradisi (adat), melainkan murni menyangkut iman, ibadat dan takwa. Puasa sebagai latihan disiplin jiwa dan moral serta untuk mendidik diri agar menjadi orang yang bertakwa. Takwa berarti terjaga (terpelihara) diri dari hal-hal yang dibenci, dimurkai dan dilarang oleh Allah. Dengan kata lain, terpelihara, tercegah dan terhindar dari berbagai kejahatan, keburukan, kemudaratan dan kerusakan lahir batin, jasmani maupun rohani.

Puasa menurut Islam tidak seperti halnya puasa pati geni, bukan seperti tapanya Budha Gautama atau para petapa masa lampau, bukan pula seperti puasanya umat Yahudi yang penuh selama 24 jam dan bukan seperti puasanya orang yang sengaja menghabiskan umurnya hanya untuk berpuasa.Puasa dalam Islam adalah dalam rangka memperkuat atau menegakkan salah satu tiang agung (rukun) Islam. 

Ibadah puasa bukanlah sebuah bentuk penyiksaan diri. Bukan berarti dengan menahan makan, minum dan berhubungan seks, dianggap sebagai pemerkosaan keinginan dan penganiayaan diri. Hal itu tidak benar, sebab menahan diri dari semua itu hanya sementara, yaitu dari terbit fajar sampai terbenam matahari, bukan terus menerus sebagaimana orang bertapa brata

Islam tidak menghendaki seseorang berpuasa penuh selama sehari semalam (24 jam), Islam juga tidak menghendaki puasa dengan motif penyiksaan jasmani maupun rohani serta tidak menghendaki puasa yang menyimpang dari contoh Rasulullah. Rosul melarang seseorang berpuasa sepanjang masa, sepanjang tahun atau selama hidup secara terus menerus, sebab pada hari-hari selama itu ada hari di mana seseorang dilarang berpuasa. 

Secara moral akan terkontrol pula makanan dan minuman yang masuk ke dalam perut, apakah halal ataukah haram cara memperolehnya. Nafsu perut (makan dan minum) yang tidak terkendalikan dapat mendorong kepada berbagai kejahatan. Timbulnya berbagai kejahatan di masyarakat kerap kali karena “urusan perut.” Oleh karena itu timbullah kasus korupsi, penyelewengan, penipuan, pemalsuan, penyelendupan, perampokan, pencurian, pungli, suap menyuap, catut dan sebagainya.

Nafsu syahwat yang tidak terkendalikan dapat mendorong kepada kejahatan dan konflik-konflik dalam individu maupun masyarakat. Dorongan syahwat yang tidak terkendalikan memungkinkan timbulnya praktik-praktik pergundikan, pelacuran, perselingkuhan, pemerkosaan dan sebagainya. Timbulnya perkelahian dan pembunuhan sering karena ketidakmampuan mengendalikan nafsu syahwat (seksual).

Dalam masyarakat biasa timbul konflik-konflik antar individu, kelompok masyarakat sampai antar suku dan bangsa, termasuk konflik antar yang kaya dan papa, timbulnya penindasan dan pemerasan oleh yang kaya (kuat) terhadap yang papa (lemah), timbulnya penguasaan dan penindasan. Semua itu karena berpangkal pada kebutuhan perut yang memperebutkan makanan. 

Di sinilah pentingnya puasa sebagai pengontrol diri dari nafsu perut, apakah telah cukup ataukah masih kurang; apakah memakan dan meminum yang baik-baik dan menyehatkan ataukah sebaliknya; dan yang sering dilupakan adalah cara memperolehnya apakah dengan cara yang terpuji atau dengan cara yang tercela.

Oleh karena itu, puasa hadir sebagai “perisai, penangkis, pemagar, pembenteng, pelindung” diri dari pengaruh, godaan atau perbuatan-perbuatan yang menjadikan manusia kelak masuk ke dalam neraka, celaka, hina, menderita lahir batin, binasa dan sebagainya. Dengan berpuasa akan terhindar perbuatan zuur (kotor, nista, kasar, dusta, keji, menyakiti hati dan menimbulkan fitnah serta perbuatan merusak lainnya). 

Selamat menjalankan ibadah puasa.

0 comments:

Post a Comment

 
TOP